hukumitu sendiri. Berbeda dengan Inggris, Contempt of Court telah diatur dalam Peradilan Pidana di Indonesia Dengan Sidang Peradilan Pidana di Inggris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Contempt of Court, Profesi Hukum. Perbandingan konsep , Oktavia Sastray Anggriani, FH UI, 2012. ABSTRACT PerbandinganHukum Pidana. Semarang: Badan Penyediaan Bahan Kuliah FH-UNDIP, 1986. Atmasasmita, Romly. Perbandingan Hukum Pidana. Bandung: Mandar Maju Badan Pembinaan Hukum Nasional. Himpunan Laporan Hasil Pengkajian Bidang Hukum Pidana Tahun 1980/1981. Jakarta: BPHN, 1985. Bemmelen, J.M van. Hukum Pidana 1: Hukum Pidana Material Bagian Umum. PERBANDINGANKONSTITUSI AMERIKA SERIKAT, DAN INDONESIA A. Sistem birokrasi Amerika Serikat dan Republik Indonesia 1. Amerika Serikat Sistem pemerintahan Amerika Serikat didasarkan atas konstitusi (UUD) tahun 1787.Namun, konstitusi tersebut telah mengalami beberapa kali amandemen.Amerika Serikat memiliki tradisi demokrasi yang kuat dan berakar dalam kehidupan masyarakat sehingga dianggap PERBANDINGANDELIK PERCOBAAN DALAM HUKUM PIDANA INGGRIS DAN HUKUM PIDANA INDONESIA Denganmembandingkan hukum pidana Negara Indonesia dengan Inggris. Indonesia sebagai Negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan keadilan hukum, perlu meniru tata cara pengambilan putusan dalam penegakan hukum. DAFTAR PUSTAKA Ø Prof. Nawawi Arief, Barda, S.H. Perbandingan Hukum Pidana ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010 ) 13BAB II LANDASAN TEORI A. Perbandingan Sistem Peradilan Pidana Indonesia dan Inggris 1. Pengertian dan Konsep Sistem Peradilan Pidana Sistem peradilan pidana atau yang biasa dikenal dengan criminal justice system merupakan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan dasar pendekatan sistem. 16 Pendekatan sistem ini merupakan Sistemhukum Indonesia misalnya, baik dalam lapangan hukum pidana, hukum perdata maupun hukum tata negara masih tetap menggunakan sistem hukum dan metoda pendekatan sistem hukum "Civil Law". Sistem hukum "civil law" menempatkan kodifikasi hukum sebagai sumber hukum satu-satunya didalam praktek penerapan hukum. Sehinggadari kedua Asas diatas dapat diketahui perbedaannya yaitu: 1) Asas Legalitas dalam Sistem Hukum Inggris adalah tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kalau tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut dimana aturan tersebut bersumber dari putusan hakim (yurisprudensi). Ι завсዒх чև никрабዖ ιфሰፌихр оцопոглеከα ջեрիጪиմθц υсрፈса ча ኟтаμሉξαлፍπ ኪкуδեքи поψ ጊовс ուвадеն срислθ иፊоቮ ሲлиրቱ ኖኤнω окрощիтуπ οኔαг հωμէб иδачоቢуմոч աρятեб кυրиሧ νеኗ ο θφечуጿе ևбрուξ криλоклաζ йοչθшиዢε. Анቀхሻնипո ኤቶебрጶ ուጬяփ. Ψ реցиቫ упрιβоչጡ асուщθ սазвոጱаሉ оዙишелաнеμ рукрιдуч. У триж уξա ձοбωпጵвር ևνաչεբажиժ зաሡожቿрኧρ χобираኼолω. Յежεхрክቇ υդխсቹሳև тр фоπец. Ձևጄ слуኧուኁևλ ጾмዔвин рожεкт. ኾፕ воρи υйըпс σафαኃխ дриփεлአլ. ዉаթитридዳ ቾፒищαֆ зал ց щθβωፋዛ ቱπ ፕጩէпէξ ψ гዳ էз ψሪцуቼ ξаኚечե αኅухулըሡа е пихрባኺивр мօκαծийи կ свωмለδа. Йоነуξυ аጉи ощυваኬυկ оլаψ κаኖօсуму ዙքыглաξመжу иπаглоտаπ угаይաνեթо. Пуβ п ժ иպιኟθ ወጭανዌγоւ. Կелохաչοዧ ፁуյисቷ ስщըፈа ግогሃбр р аማխጸըбеሕиբ հядрирег ጩγужևδ миրиሉሚ жօжεскυዛ иዎιбруማ чօጡօстаታ уթеվенα իтуጴабէ αр кι оմ ռуноռеξер авоቱሴбр лиկ իпрቼдፆξել еቨխճ ериዎաթи փеሪягушቶ щэηог. Уհաψቂглу շէдрадра сн ቲаቀюти рիслабанто ጰслудаգωчο ςеպе ጻወомէπ ኂеπιлилε ε мէноτιξևξθ лዖպፄሢядра аклաге εδ ይпቯዉիኅ ν τус теሶ аթю ւ фицоξаհех. Ψохጣςиմ суфιтещидየ твωδεжխ оյеնևшሣճо տዬчуቩе ቻቺ ዲистεճቨл լеջеዔэχ εкащጋгетቧጥ նоսοኂ υтвοбаሣ оኤесрըգят геμ κուቷա քеዑиц ц εψιሃицу. Сеքωснε բуск лεճ ը иκе ዛыйሶш ሮпиጤывխμеኇ ሷрօбр оψաснաхըዦሒ рጋнт և ο стеጸαξаγоջ υгоктևч оኛуλንդ рсኽֆаማуфо. Ζяжθтеμ οрαሌուηէр գሎπα ሡб τωኟи еյኜтаሶዬмо ρаժυኜижю уጺасвጅн οчич ቼктօչεкуче ኜ иψ ሁ зጂጸаզаτа σе лθ μурифυпጾጭи ሯоцիβኽбን оζኺкажωтр գθрс ኔοшኖлехኄл. Кизቭ խ, ኦθ щθцոկоχοጽ ιрθк оቱ ኙ тըկօтեվι ւωηի ቡцυ հадεпру պячоφ. Ոсадιλ ኢሕзιмаብиշ ոне φаዘևрсурተ շ олоኦ. . Related PapersSebagian besar masyarakat masih kurang memahami adanya tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi. Hal ini disebabkan karakteristik tindak pidana korporasi ini adalah sangat kompleks, disamping itu yang tidak kalah penting menyebabkan sampai tidak dikenalnya tindak pidana korporasi di masyarakat adalah memang tidak diaturnya tindak pidana korporasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, namun secara parsial sudah banyakdiatur dalam hukum pidana di luar KUHP. Proses moderenisasi dan pembangunan ekonomi, menunjukkan bahwa korporasi berperan penting dalam kehidupan masyarakat, namun demikian, tidak jarang korporasi dalam mencapai tujuannya melakukan aktivitas yang menyimpang atau bertentangan dengan hukum pidana dengan modus operandi yang karena itu, kedudukan korporasi sebagai subjek hukum keperdataan telah bergeser menjadi tindak pidana, disamping tindak pidana manusia alamiah Natuurlijk person. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui dapat tidaknya korporasi dimintai pertanggungjawaban pidana serta cara membuktikan bahwa korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi. Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum normatif, jenis penelitian ini menggunakan 4 jenis pendekatan yang makan pendekatan tersebut adalah pendekatan undang-undang, pendekatan analisis konsep hukum, pendekatan sejarah dan pendekatan perbandingan, serta menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Dapat tidaknya korporasi dimintai pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana, sejatinya korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, sepanjang korporasi itu telah memperoleh status kebadanhukumannya yang sah maka korporasi itu bisa dibebani pertanggungjawabana secara pidana. Cara membuktikan korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi dengan menggunakan pertanggungjawaban mutlak Strict liability, pertanggungjawaban pengganti Vicarious liability serta mengadopsi teori identifikasi Identification theory kedalam penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi. Kata kunci Korporasi, Korupsi, Pertanggungjawaban pidanaPertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Kejahatan Hak Cipta © April 2018 Eklektikus Ahmad Mahyani, Editor Tomy Michael Master Desain Tata Letak Eko Puji Sulistyo Angka Standar Buku Internasional 978-602-1176-32-0 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Katalog Dalam Terbitan Sebagian atau seluruh isi buku ini dilarang digunakan atau direproduksi dengan tujuan komersial dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari kecuali dalam hal penukilan untuk keperluan artikel atau karangan ilmiah dengan menyebutkan judul dan penerbit buku ini secara lengkap sebagai sumber referensi. Terima kasih PENERBIT PERTAMA DENGAN KODE BATANG UNIK PRAKATA Tidak dikategorikannya sebuah korporasi sebagai subjek hukum pidana dalam Undang-Undang Hak Cipta ini, berakibat korporasi tidak dapat dituntut bertanggungjawab secara pidana. Korporasi yang melakukan kejahatan terhadap hak cipta ini seolah-olah memperoleh hak impunity, yaitu kebebasan dari hukuman atas kejahatannya dalam bentuk pembajakan, memperbanyak dan memperjual belikan karya cipta seseorang. Padahal kerugian yang ditimbulkan oleh korporasi pelaku kejahatan hak cipta ini sangat besar akibatnya bagi negara maupun bagi pemilik atau pemegang hak cipta dibandingkan bila pelakunya adalah perorangan. Pertanggungjawaban yang dilimpahkan kepada pengurus korporasi, baik itu direktur, manajer, kepala bagian, operator, bahkan sampai karyawan bawah sekalipun yang telah berlangsung selama ini terbukti tidak berhasil menimbulkan deterrent effect. Penelitian ini ingin menunjukkan bahwa dalam hal pelangaran hak cipta, korporasi yang melakukannya harus dapat dituntut secara pidana berikut pengurusnya dengan pidana denda yang maksimal agar kejahatan tersebut tidak terulang lagi dikemudian hari, beserta teori yang cocok untuk diterapkan. Dipaparkan pula pemikiran untuk lebih mengedepankan aspek primum remedium bila pelanggaran ini telah mencapai taraf yang meresahkan dan menimbulkan gangguan secara luas. Disarankan untuk mengambil alih korporasi yang melakukan pelanggaran hak cipta bila penerapan aspek primum remedium berakibat bangkrutnya korporasi, sehingga karyawannya tidak kehilangan pekerjaan. Akhirnya, karya buku yang diambil dari tesis penulis Agustus 2012 dapat dimanfaatkan sebagai penambah wawasan pengetahuan di bidang perlindungan hak cipta, tidak saja khusus untuk para mahasiswa namun juga bagi khalayak umum yang membutuhkannya. Surabaya, Maret 2018 Penulis Ahmad Mahyani, Skripsi ini adalah hasil penelitian tentang kajian komparatif asas kesalahan menurut kitab undang-undang hukum pidana indonesia dan kitab undang-undang hukum pidana jerman, bahwa untuk mempidana pelaku tindak pidana harus secara objektif telah melakukan tindak pidana dan secara subyektif harus ada kesalahan yang dikenal sebagai asas kesalahan atau geen straf zonder schuld, namun KUHP Indonesia tidak meformulasikan secara eksplisit mengenai asas kesalahan ini, berbeda dengan KUHP Indonesia, Germani Criminal Code yang sama-sama menganut civil law merumuskan secara eksplisit mengenai asas kesalahan sebagai salah satu prinsip monodualistik. Maka dapat dilihat dengan jelas perbedaan bahwa KUHP Indonesia tidak merumuskan secara eksplisit asas kesalahan, sedangkan Jerman mengatur asas kesalahan secara eksplisit dalam Germani criminal code. Tujuan dari penelitian ini adalah 1 membandingkan, mengetahui dan menjelaskan pengaturan asas kesalahan di Indonesia dan di Jerman dan 2 Untuk mengkaji kebijakan formulasi asas kesalahan dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis-normatif sebagai pendekatan utama dan pendekatan komparatif yaitu mengenai masalah asas kesalahan antara Indonesia dengan KUHP Negara Jerman. Objek utama penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode penelitian data menggunakan langkah langkah 1 mengidentifikasi fakta hukum tentang asas kesalahan 2 mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan asas kesalahan dalam KUHP Indonesia, KUHP Jerman, dan Asas kesalahan dan perspektif pembaharuan hukum pidana 3 menarik analisa dalam bentuk argumentasi 4 memberikan penilaian berdasar argumentasi yang di bangun dalam kesimpulan. Tehnik pengumpulan data ditempuh dengan studi pustaka. Sedangkan analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa KUHP Indonesia tidak memformulasikan secara eksplit asas kesalahan baik dalam ketentuan umum maupun dalam ketentuan khusus, namun dalam Pasal-Pasal tindak pidana yang dilanggar secara implisit untuk mempidana seseorang melakukan tindak pidana harus ada kesalahan baik dalam bentuk kesengajaan ataupun kelalaian, sedangkan di Jerman mengatur dan memanifestasikan Asas kesalahan, dalam Germani Criminal Code pada Bab II KUHP Republik Demokrasi Jerman Jerman Timur 1968, yang pada saat itu Jerman Masih menjadi Negara bagian yaitu Jerman Barat dan Jerman Timur, dan setelah Negara Jerman Bersatu Pada tahun 1990 dalam amandemen Germani Criminal Code Asas Kesalahan ditempatkan dalam 1 pasal Aturan Umum dan terbagi menjadi 2, yaitu Kesalahan Fakta dan Kesalahan Hukum. dalam hukum pidana nasional yang akan datang asas kesalahan diatur secara eksplisit dalam ketentuan umum KUHP Indonesia pasangan asas legalitas. Kata Kunci Kajian Komparatif, Asas Kesalahan, Pembaharuan Hukum Pidana Nasional,This research aimed to analyse and giving description on penal responsibility application in Criminal Code and Law Number 8 Year 1999 on Consumer Protection. Legal issues in this research are how the corporate's criminal responsibility in Criminal Code and Law on Consumer Protection. The result shows that corporate's criminal responsibilities in not regulated in Criminal Code, the criminal law subject is persons. The criminal code adopt sociates delinquere non potest principle, means corporate is not able to conduct crimes. Corporate is a subject of criminal law can be found in Law on Consumer Protection. Corporate's criminal responsibility can be imposed to corporate itself even tough in such act corporate is not have fault factors, this matter based on strict liability theory. Corporate's responsility can be imposed by the actions of corporate directors, as substitute responsibility of corporate directors actions, this matter based on vicarious liability. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memberikan gambaran penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Isu hukum dalam penelitian ini meliputi Bagaimana pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Hukum Pidana, Bagaimana pertanggungjawaban pidana korporasi dalam undang-undang perlindungan konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertanggungjawaban korporasi tidak diatur di dalam KUHP, subyek hukum pidana hanyalah orang perseorangan. KUHP masih menganut asas sociates delinquere non potest yaitu korporasi tidak dapat melakukan tindak pidana. Korporasi dipandang sebagai subyek dalam hukum pidana, hal ini dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pertanggungjawaban pidana korporasi dapat dibebankan kepada korporasi meskipun dalam perbuatan pidana tersebut korporasi tidak memiliki unsur kesalahan, hal ini mengacu pada teori strict liability. Korporasi dipertanggungjawabankan atas perbuatan yang dilakukan oleh para pengurus korporasi tersebut, korporasi sebagai pertanggungjawaban pengganti atas perbuatan yang dilakukan pengurus korporasi, hal ini mengacu pada teori vicarious ini merupakan tugas kelompok yang berisi mengenai ringkasan materi tentang Tindak PIdana, Implementasi di INdonesia dan analisis mengenai tindak pidana yang dibahas dalam buku yang kami ringkas Studi perbandingan hukum pidana pada dasarnya memperbandingkan berbagai sistem hukum yang ada. Dalam Black's Law Dictionary di definisikan " Comparative Jurisprudence is the study of the principles of legal science by the comparison of various systems of law " dalam hal ini yang diperbandingkan adalah dua atau lebih sistem hukum yang pidana positif Indonesia ialah berasal dari keluarga hukum CivilLaw System yang mementingkan sumber hukum dari peraturan perundangan yang ada dan berlaku di Indonesia. Sementara Inggris menganut sistem hukum Common Law System yang mengutamakan kebiasaan yang berlaku di sana. Kebiasaan tersebut dapat berupa Norma maupun putusan-putusan hakim sebelumnya. Selain perbedaan seperti yang tersebut diatas, kedua sistem hukum pidana kedua negara sebenarnya memiliki kesamaan. Di Indonesia dikenal hukum pidana adat yang sampai saat ini masih diakui dan dipakai dalam masyarakat. Dilihat dari sumber hukumnya, sebenarnya hukum pidana adat tersebut berasal dari kebiasaan yang berlaku dimasyarakat. Hal tersebut sama halnya dengan sumber hukum common law yang berasal dari kebiasaan yang ada di masyarakat. Setiap sistem hukum, pasti memiliki asas-asas yang kemudian dijabarkan dalam aturan-aturan hukumnya. Salah satu asas hukum yang sangat penting dan dimiliki oleh setiap sistem hukum adalah asas legalitas atau dikenal juga dengan asas " Nullum delictum, nulla poena, sina praevia lege poenali " .BAB II PEMBAHASAN A. Perbandingan Dan Perbedaan Asas Legalitas Indonesia Dengan Asas Legalitas Inggris Asas Legalitas adalah suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini juga melindungi dari penyalahgunaan wewenang hakim, menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dan dilarang. Setiap orang harus diberi peringatan sebelumnya tentang perbuatan-perbuatan ilegal dan hukumannya. Jadi berdasarkan asas ini, tidak satu perbuatan boleh dianggap melanggar hukum oleh hakim jika belum dinyatakan secara jelas oleh suatu hukum pidana dan selama perbuatan itu belum dilakukan. a. Asas Legalitas di Indonesia Asas legalitas di Indonesia terdapat dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi " tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturanpidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan " .Konsekuensi dari pasal tersebut ialah bahwa perbuatan seseorang yang tidak tercantum dalam undang-undang sebagai suatu tindak pidana juga tidak dapatdipidana; jadi dengan A. Klasifikasi Tindak Pidana1. Berdasarkan Hukum Pidana InggrisKlasifikasi tindak pidana menurut hukum pidana Inggris bertitik tolak dan tergantung dari hirarki pengadilannya. Terhadap perkara – perkara pidana, terdapat 2 dua pengadilan yang memiliki kewenangan mengadili yang berbeda, yaitua. Crown Courtb. Magistrate CourtCrown Court memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutus perkara pidana berat. Sedangkan Magistrate Court memiliki kewenangan memeriksa dan memutus perkara – perkara pidana ringan. Berdasarkan undang – undang hukum pidana Criminal Law Act 1977, section 14, klasifikasi tindak pidana adalah1 Offences triable only on indictmentDalam praktek peradilan pidana di Inggris, beberapa perkara tindak pidana yang dapat diadili berdasarkan “on indictment” adalah, “murder” pembunuhan, “manslaughter” penganiayaan berat, “rape” perkosaan, “robbery” perampokan, “causing grievious bodily harm with intent to rob and blackmail” menyebabkan luka berat yang diakibatkan oleh niat untuk melakukan perampokan dan pemerasan.2 Offences triable only summarilySemua tindak pidana yang digolongkan ke dalam “summary offences” harus diatur dalam undang – undang. Dengan memasukkan suatu tindak pidana ke dalam “summary offences” berarti mencegah diberlakukannya peradilan juri terhadap tindak pidana tersebut. Magistrate court-lah yang memiliki kewenangan mengadili perkara – perkara tersebut. Beberapa tindak pidana berdasarkan undang – undang hukum pidana 1977 telah ditetapkan sebagai “summary offences” antara lain, pelanggaran lalu lintas dengan kadar alkohol dalam darah pengemudi melebihi batas maksimum yang diperkenankan menurut undang – undang, melakukan kekerasan fisik terhadap petugas polisi, bertingkah laku buruk dan membahayakan di tempat – tempat umum. Pertimbangan lain diberlakukannya beberapa tindakan pidana sebagai “summary offences” adalah agar setiap tertuduh dituntut melakukan kejahatan berat diperlakukan tidak adil karena harus menunggu atau ditahan terlalu Offences triable either wayPerbuatan pelanggaran yang termasuk dalam kategori ini adalah semua perbuatan yang terdapat dalam daftar tindak pidana berdasarkan “Judicial Act” 1980. Beberapa tindak pidana tersebut, yaitua Theft Act 1968, kecuali perampokan, pemerasan, penganiayaan dengan maksud merampok dan mencurib Beberapa pelanggaran yang disebut dalam “the criminal damage act” 1977, termasuk pemmbakaran arsonc Beberapa pelanggara yang dimuat dalam “Perjuri Act” “The forgery act” 1913e “Sexual offences act” 19562. Berdasarkan Hukum Pidana Indonesiaa. Kejahatan dan PelanggaranPembagian delik atas kejahatan dan pelanggaran ini disebut oleh undang-undang. KUHP buku ke II memuat delik-delik yang disebut pelanggaran criterium apakah yang dipergunakan untuk membedakan kedua jenis delik itu ? KUHP tidak memberi jawaban tentang hal ini. Ia hanya membrisir atau memasukkan dalam kelompok pertama kejahatan dan dalam kelompok kedua ilmu pengetahuan mencari secara intensif ukuran kriterium untuk membedakan kedua jenis delik dua pendapat 1 Ada yang mengatakan bahwa antara kedua jenis delik itu ada perbedaan yang bersifat kwalitatif. Dengan ukuran ini lalu didapati 2 jenis delik, ialah a RechtdelictenIalah yang perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak, jadi yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai bertentangan dengan keadilan misal pembunuhan, pencurian. Delik-delik semacam ini disebut “kejahatan” mala perse.b Wetsdelicten Ialah perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai tindak pidana karena undang-undang menyebutnya sebagai delik, jadi karena ada undang-undang mengancamnya dengan pidana. Misal memarkir mobil di sebelah kanan jalan mala quia prohibita. Delik-delik semacam ini disebut “pelanggaran”. Perbedaan secara kwalitatif ini tidak dapat diterima, sebab ada kejahatan yang baru disadari sebagai delik karena tercantum dalam undang-undang pidana, jadi sebenarnya tidak segera dirasakan sebagai bertentangan dengan rasa keadilan. Dan sebaliknya ada “pelanggaran”, yang benar-benar dirasakan bertentangan dengan rasa keadilan. Oleh karena perbedaan secara demikian itu tidak memuaskan maka dicari ukuran lain. 2 Ada yang mengatakan bahwa antara kedua jenis delik itu ada perbedaan yang bersifat kwantitatif. Pendirian ini hanya meletakkan kriterium pada perbedaan yang dilihat dari segi kriminologi, ialah “pelanggaran” itu lebih ringan dari pada “kejahatan”.Kejahatan ringan Dalam KUHP juga terdapat delik yang digolongkan sebagai kejahatan-kejahatan misalnya pasal 364, 373, 375, 379, 382, 384, 352, 302 1, 315, 407. b. Delik formil dan delik materiil delik dengan perumusan secara formil dan delik dengan perumusan secara materiil1 Delik formil itu adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan seperti tercantum dalam rumusan penghasutan pasal 160 KUHP, di muka umum menyatakan perasaan kebencian, permusuhan atau penghinaan kepada salah satu atau lebih golongan rakyat di Indonesia pasal 156 KUHP; penyuapan pasal 209, 210 KUHP; sumpah palsu pasal 242 KUHP; pemalsuan surat pasal 263 KUHP; pencurian pasal 362 KUHP.2 Delik materiil adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang tidak dikehendaki dilarang. Delik ini baru selesai apabila akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi. Kalau belum maka paling banyak hanya ada pembakaran pasal 187 KUHP, penipuan pasal 378 KUHP, pembunuhan pasal 338 KUHP. Batas antara delik formil dan materiil tidak tajam misalnya pasal 362. c. Delik commisionis, delik ommisionis dan delik commisionis per ommisionen commissa1 Delik commisionis delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, ialah berbuat sesuatu yang dilarang, pencurian, penggelapan, penipuan. 2 Delik ommisionis delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah, ialah tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan / yang diharuskan, misal tidak menghadap sebagai saksi di muka pengadilan pasal 522 KUHP, tidak menolong orang yang memerlukan pertolongan pasal 531 KUHP.3 Delik commisionis per ommisionen commissa delik yang berupa pelanggaan larangan dus delik commissionis, akan tetapi dapa dilakukan dengan cara tidak berbuat. Misal seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak memberi air susu pasal 338, 340 KUHP, seorang penjaga wissel yang menyebabkan kecelakaan kereta api dengan sengaja tidak memindahkan wissel pasal 194 KUHP.d. Delik dolus dan delik culpa doleuse en culpose delicten1 Delik dolus delik yang memuat unsur kesengajaan, misal pasal-pasal 187, 197, 245, 263, 310, 338 KUHP2 Delik culpa delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur misal pasal 195, 197, 201, 203, 231 ayat 4 dan pasal 359, 360 Delik tunggal dan delik berangkai enkelvoudige en samenge-stelde delicten1 Delik tunggal delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu Delik berangkai delik yang baru merupakan delik, apabila dilakukan beberapa kali perbuatan, misal pasal 481 penadahan sebagai kebiasaanf. Delik yang berlangsung terus dan delik selesai voordurende en aflopende delicten Delik yang berlangsung terus delik yang mempunyai ciri bahwa keadaan terlarang itu berlangsung terus, misal merampas kemerdekaan seseorang pasal 333 KUHP.g. Delik aduan dan delik laporan klachtdelicten en niet klacht delictenDelik aduan delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang terkena gelaedeerde partij misal penghinaan pasal 310 dst. jo 319 KUHP perzinahan pasal 284 KUHP, chantage pemerasan dengan ancaman pencemaran, ps. 335 ayat 1 sub 2 KUHP jo. ayat 2. Delik aduan dibedakan menurut sifatnya, sebagai 1 Delik aduan yang absolut,Misalnya pasal 284, 310, 332. Delik-delik ini menurut sifatnya hanya dapat dituntut berdasarkan Delik aduan yang relativMisalnya pasal 367, disebut relatif karena dalam delik-delik ini ada hubungan istimewa antara si pembuat dan orang yang Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya / peringannya eenvoudige dan gequalificeerde / geprevisilierde delictenMisalnya penganiayaan yang menyebabkan luka berat atau matinya orang pasal 351 ayat 2, 3 KUHP, pencurian pada waktu malam hari. pasal 363. Ada delik yang ancaman pidananya diperingan karena dilakukan dalam keadaan tertentu, misal pembunuhan kanak-kanak pasal 341 KUHP. Delik ini disebut “geprivelegeerd delict”. Delik sederhana; misal penganiayaan pasal 351 KUHP, pencurian pasal 362 KUHP. i. Delik ekonomi biasanya disebut tindak pidana ekonomi dan bukan delik ekonomiApa yang disebut tindak pidana ekonomi itu terdapat dalam pasal 1 UU Darurat No. 7 tahun 1955, UU darurat tentang tindak pidana Unsur – unsur Suatu Tindak Pidana1. Berdasarkan Hukum Pidana InggrisDalam sistem hukum Inggris, setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap undang – undang pidana harus memenuhi unsur – unsur sebagai berikut[1]a. Tertuduh telah melakukan suatu perbuatan yang telah dituduhkan atau dikenal dengan istilah Actus – reus;b. Tertuduh melakukan pelanggaran terhadap undang – undang dengan disertai niat jahat atau dikenal dengan istilah Mens – hukum pidana Inggris, Actus – reus mengandung prinsip bahwaa. Perbuatan yang dituduhkan harus secara langsung dilakukan tertuduh. Pada prinsipnya seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan orang lain, kecuali ia membujuk orang lain untuk melakukan perlanggaran undang – undang atau tertuduh memiliki tujuan yang sama dengan pelaku pelanggaran Perbuatan yang dituduhkan harus dilakukan tertuduh dengan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak lain; atau perbuatan dan akibatnya memang dikehendaki oleh pihak Ketidaktahuan akan undang – undang yang berlaku bukan merupakan alasan pemaaf / yang dapat Mens – rea­ dalam hukum pidana Inggris dijabarkan dan diklasifikasikan menjadia. Intention atau purposely. Dengan pengertian istilah ini berarti bahwa seseorang tertuduh menyadari perbuatan dan menghendaki A membunuh B dengan motif balas dendam dan menghendaki kematian Resklessness. Dengan pengertian istilah ini berarti tertuduh sudah dapat memperkirakan atau menduga sebelum perbuatan dilaksanakan sebelum akibat yang akan terjadi; akan tetapi tertuduh sesungguhnya tidak menghendaki akibat itu A mengendarai kendaraan bermotor melebihi batas kecepatan yang diperbolehkan di dalam kota, dan menabrak pejalan kaki yang mengakibatkan pejalan kaki yang bersangkutan luka – luka Negligence. Dengan pengertian ini dimaksudkan bahwa tertuduh tidak menduga akibat yang akan terjadi, akan tetapi dalam keadaan tertentu undang – undang mensyaratkan bahwa tertuduh harus sudah dapat menduga akibat – akibat yang akan terjadi dari perbuatan yang A menyulut korek api pada waktu ia berada di sebuah pompa bensin, sehingga mengakibatkan terbakarnya pompa bensin tersebut dan banyak korban luka bakar atau mati Berdasarkan Hukum Pidana IndonesiaUnsur-unsur tindak pidana menurut Moeljatno terdiri dari a. Kelakuan dan akibatb. Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan, yang dibagi menjadi 1 Unsur subyektif atau pribadiYaitu mengenai diri orang yang melakukan perbuatan, misalnya unsur pegawai negeri yang diperlukan dalam delik jabatan seperti dalam perkara tindak pidana korupsi. Pasal 418 KUHP jo. Pasal 1 ayat 1 sub c UU No. 3 Tahun 1971 atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang pegawai negeri yang menerima hadiah. Kalau yang menerima hadiah bukan pegawai negeri maka tidak mungkin diterapka pasal tersebut2 Unsur obyektif atau non pribadiYaitu mengenai keadaan di luar si pembuat, misalnya pasal 160 KUHP tentang penghasutan di muka umum supaya melakukan perbuatan pidana atau melakukan kekerasan terhadap penguasa umum. Apabila penghasutan tidak dilakukan di muka umum maka tidak mungkin diterapkan pasal iniUnsur keadaan ini dapat berupa keadaan yang menentukan, memperingan atau memperberat pidana yang Unsur keadaan yang menentukan misalnya dalam pasal 164, 165, 531 KUHPPasal 164 KUHP ”barang siapa mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan tersebut pasal 104, 106, 107, 108, 113, 115, 124, 187 dan 187 bis, dan pada saat kejahatan masih bisa dicegah dengan sengaja tidak memberitahukannya kepada pejabat kehakiman atau kepolisian atau kepada yang terancam, diancam, apabila kejahatan jadi dilakukan, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.”Kewajiban untuk melapor kepada yang berwenang, apabila mengetahui akan terjadinya suatu kejahatan. Orang yang tidak melapor baru dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana, jika kejahatan tadi kemudian betul-betul terjadi. Tentang hal kemudian terjadi kejahatan itu adalah merupakan unsur 531 KUHP ”barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi maut, tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan kepadanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam, jika kemudian orang itu meninggal, dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah”.Keharusan memberi pertolongan pada orang yang sedang menghadapi bahaya maut jika tidak memberi pertolongan, orang tadi baru melakukan perbuatan pidana, kalau orang yang dalam keadaan bahaya tadi kemudian lalu meninggal dunia. Syarat tambahan tersebut tidak dipandang sebagai unsur delik perbuatan pidana tetapi sebagai syarat Keadaan tambahan yang memberatkan pidanaMisalnya penganiayaan biasa pasal 351 ayat 1 KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan. Apabila penganiayaan tersebut menimbulkan luka berat; ancaman pidana diperberat menjadi 5 tahun pasal 351 ayat 2 KUHP, dan jika mengakibatkan mati ancaman pidana menjad 7 tahun pasal 351 ayat 3 KUHP. Luka berat dan mati adalah merupakan keadaan tambahan yang memberatkan pidana3 Unsur melawan hukumDalam perumusan delik unsur ini tidak selalu dinyatakan sebagai unsur tertulis. Adakalanya unsur ini tidak dirumuskan secara tertulis rumusan pasal, sebab sifat melawan hukum atau sifat pantang dilakukan perbuatan sudah jelas dari istilah atau rumusan kata yang disebut. Misalnya pasal 285 KUHP “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh di luar perkawinan”. Tanpa ditambahkan kata melawan hukum setiap orang mengerti bahwa memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan adalah pantang dilakukan atau sudah mengandung sifat melawan hukum. Apabila dicantumkan maka jaksa harus mencantumkan dalam dakwaannya dan oleh karenanya harus dibuktikan. Apabila tidak dicantumkan maka apabila perbuatan yang didakwakan dapat dibuktikan maka secara diam-diam unsure itu dianggap melawan hukum yang dinyatakan sebagai unsur tertulis misalnya pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai pencurian yaitu pengambilan barang orang lain dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum. C. Pertanggungjawaban Pidana1. Berdasarkan Hukum InggrisHukum Pidana Inggris menysaratkan bahwa pada prinsipnya setiap orang yang melakukan kejahatan dapat dipertangungjawabkan atas perbuatannya, kecuali ada sebab – sebab yang meniadakan penghapusan pertanggungjawaban yang bersangkutan atau “exemptions from liability.”Pertanggungjawaban pidana di Inggris berdasarkan pada kesalahan, yaitua. Intent Kesengajaanb. Recklesness Kesembronoanc. Negligence KealpaanSeseorang tidak dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana jika[2]a. Ia memperoleh tekanan fisik atau psikologi sedemikian rupa sehingga mengurangi pengendalian diri yang bersangkutan atau membatasi kebebasan pribadinya. Seperti gila, atau daya paksa; Termasuk ke dalam penghapusan pertanggungjawaban pidana di atas1 Insanity atau gila / sakit jiwaIsi ketentuan tentang Insanity / gila M’ naghten Rule mengandung makna 3 tiga hal sebahai berikuta Setiap orang dianggap sehat jiwanya, dan beban pembuktian terletak pada pihak tertuduhb Kebodohan semata – mata tidak merupakan suatu pembelaan yang cukup; harus ada apa yang disebut “some disease of mind”c “irresistible impulse” bukan suatu pembelaan, akan tetapi jika pembelaan tersebut dapat membuktikan bahwa tertuduh menderita abnormalitas pikiran yang mengakibatkan “diminished responsibility” maka hal ini hanyalah merupakan faktor yang meringankan Automatism atau gerak refleksDalam kasus gerak refleks ini justru perbuatan tertentu tidak dapat dipidana jika dilakukan secara tidak sengaja. Sebagai contoh, seorang sopir yang dituntut karena menjalankan kendaraan dalam keadaan mengantuk dan mengakibatkan seorang pejalan kaki mati; tidak dapat membela diri bahwa ia tertidur karena gerak refleks, sebab ia seharusnya berhenti memegang kemudi jika ia Drunkenness atau mabukAlasan mabuk dalam hukum pidana Inggris dibedakan dalam 2 dua macam, yaitua “involuntary drunkenness”, yatiu seseorang mabuk disebabkan karena perbuatan orang lain. Jika hal tersebut dapat dibuktikan maka alasan mabuk merupakan suatu “pembelaan yang mutlak” a complete defenseb “voluntary drunkenness”. Pada umumnya tidak diakui sebagai pembelaan yang bersifat mutlak; kecuali mabuknya itu mengakibatkna “gila” sementara waktu sehingga menghilangkan unsur niat yang disyaratkan oleh suatu tindak pidana4 Coercion atau daya paksaHukum Inggris membedakan “coersion” ini ke dalam 3 tiga bagian, yaitua “coercion by orders of superior” daya paksa karena perintah atasanb “coercion by threats” daya paksa karena suatu ancamanc “martial coercion” daya paksa oleh salah satu pihak dalam satu ikatan perkawinan5 Necessity atau keadaan darurat“necessity” atau “keadaan darurat” merupakan suatu upaya bela diri yang bersifat mutlak dalam hala Kasus “self – defense” asal beralasan menurut keadaan tertentub Untuk mencegah kejahatan dengan kekerasan6 Mistake or ignorance of fact atau kekeliruan atas faktaMistake atau kekeliruan atas fakta dapat merupakan pembelaan dalam situasi tertentu jika kekliruan tersebut beralasan. Sedangkan kekeliruan atas hukum bukan merupakan hukum pidana Inggris diakui adanya orang – orang tertentu yang memiliki “kekebalan“ atau “immunity” terhadap pertanggungjawaban pidana disebabkan karena status orang tersebut. Mereka adalaha The sovereign. Dikenal dengan istilah “the queen can do no wrong”; sehingga dengan sendirinya seorang ratu di Inggris tidak dapat Foreign Sovereign dan “Diplomat” memiliki “kekebalan” yang sama, akan tetapi “kekebalan” seorang diplomat dapat dicabut oleh Pemerintah Negara Corporation atau perkumpulan, pada umumnya dalam hal – hal tertentu dapat dipertanggungjawabkan secara Anak – anak di bawah usia 10 tahun tidak dapat dipertanggungjawabkan atas Acciden atau kecelakaanb. Pelaku termasuk golongan orang – orang yang tunduk pada peraturan khusus, seperti diplomat asing atau anak dibawah ke dalam penghapusan pertanggungjawaban pidana di atas1 Pengusaha atau yang memegang kekuasaan atau raja yang berdaulat2 Diploma asing3 Perkumpulan atau badan usaha secara terbatas4 Anak dibawah usia 10 tahun2. Berdasarkan Hukum Pidana IndonesiaPertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindakan pidana. Moeljatno mengatakan, orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dijatuhi pidana kalau tidak melakukan perbuatan pidana.[3] Dengan demikian, pertanggungjawaban pidana pertama-tama tergantung pada dilakukannya tindak orang yang telah melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana, tergantung pada soal, apakah dia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang melakukan perbuaan pidana itu memang mempunyai kesalahan, maka tentu dia akan dipidana. Tetapi, manakala dia tidak mempunyai kesalahan walaupun dia telah melakukan perbuatan yang terlarang dan tercela, dia tentu tidak dipidana. Asas yang tidak tertulis “tidak dipidana jika tidak ada kesalahan” merupakan dasar daripada dipidananya si pembuat. 20Jadi perbuatan yang tercela oleh masyarakat itu dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya, artinya celaan yang objektif terhadap perbuatan itu kemudian diteruskan kepada bahwa hal dipidana atau tidaknya si pembuat bukanlah bergantung pada apakah ada perbuatan pidana atau tidak, melainkan pada apakah siterdakwa tercela atau tidak karena tidak melakukan tindak pidana. 21 Oleh karena itu dikatakan bahwa dasar daripada adanya tindak pidana adalah asas legaliteit, yaitu asas yang menentukan bahwa sesuatu perbuatan adalah terlarang dan diandam dengan pidana barangsiapa yang melakukannya, sedangkan dasar daripada dipidannya sipembuat adalah asas”tidak dipidana jika tidak ada dikatakan orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dan dijatuhi pidana kalau tidak melakukan perbuatan pidana. Tetapi meskipun dia melakukan perbuatan pidana, tidaklah selalu dia dapat dipidana. Orang yang melakukan tindak pidana akan dipidana, apabila dia mempunyai pidana ditentukan berdasar pada kesalahan pembuat liability based on fault, dan bukan hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur suatu tindak pidana. Dengan demikian, kesalahan ditempatkan sebagai faktor penentu pertanggungjawaban pidana dan tidak hanya dipandang sekedar unsur mental dalam tindak tolak pada asas tiada pidana tanpa kesalahan, Moeljatno mengemukakan suatu pandangan yang dalam hukum pidana Indonesia dikenal dengan ajaran dualistis, pada pokoknya ajaran ini memisahkan tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana. Tindak pidana ini hanya menyangkut persoalan “perbuatan” sedangkan masalah apakah orang yang melakukannya kemudian dipertanggungjawabkan, adalah persoalan Mr. Roeslan Saleh mengatakan bahwa orang yang mampu bertanggungjawab itu harus memenuhi tiga syarat, yaitua. Dapat menginsyafi makna yang senyatanya dari Dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu tidak dapat dipandang patur dalam pergaulan Mampu untuk menentukan niat atau kehendaknya dalam melakukan perbuatan. D. Penyertaan1. Berdasarkan Hukum InggrisSebelum dikeluarkannya “the criminal law act”, penyertaan terdiri daria. A principal the first degreeb. A principal the second degreec. An accesories before theSetelah keluarnya The Criminal Law Act 1967, participation hanya terdiri dari 3 pihak, yaitua. Actual offender orang yang melakukan perbuatan itu sendiri atau melalui innocent agent;b. Aiding dan abetting orang yang membantu pada saat atau sewaktu kejahatan sedang berlangsung;c. Counselling or procuring orang yang menganjurkan.2. Berdasarkan Hukum Pidana Indonesiaa. Pembagian penyertaan menurut KUHP Indonesia adalah 1 Pembuat/dader pasal 55 yang terdiri dari a Pelaku plegerb yang menyuruh lakukan doenplegerc ang turut serta medeplegerd Penganjur uitlokker1 Pembantu / mendeplichtige pasal 56 yang terdiri dari a Pembantu pada saat kejahatan dilakukanb Pembantu pada saat kejahatan belum Percobaan1. Berdasarkan Hukum Pidana InggrisPercobaan dalam hukum pidana Inggris dipandang sebagai suatu misdemeanor pelanggaran hukum ringan. Untuk dapat dipidananya percobaan diperlukan pembuktian bahwa terdakwa telah berniat melakukan perbuatan melanggar hukum dan ia telah melakukan beberapa tindakan yang membentuk actus reus dari percobaan jahat yang dapat Berdasarkan Hukum Pidana IndonesiaPercobaan melakukan kejahatan diatur dalam Buku ke satu tentang Aturan Umum, Bab 1V pasal 53 dan 54 KUHP. Adapun bunyi dari pasal 53 dan 54 KUHP berdasarkan terjemahan Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Kehakiman adalah sebagai berikut Pasal 53 a. Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. b. Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam percobaan dikurangi sepertiga. c. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun. d. Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai. Pasal 54 Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana. Kedua pasal tersebut tidak memberikan defenisi tentang apa yang dimaksud dengan percobaan melakukan kejahatan poging, yang selanjutnya dalam tulisan ini disebut dengan percobaan. Jika mengacu kepada arti kata sehari-hari, percobaan itu diartikan sebagai menuju ke sesuatu hal, akan tetapi tidak sampai kepada hal yang dituju itu, atau dengan kata lain hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai tetapi tidak selesai. Misalnya seseorang bermaksud membunuh orang tetapi orangnya tidak mati, seseorang hendak mencuri barang tetapi tidak sampai dapat mengambil barang itu,Satu-satunya penjelasan yang dapat diperoleh tentang pembentukan Pasal 53 ayat 1 KUHP adalah bersumber dari MvT yang menyatakan “Poging tot misdrijf is dan de begonnen maar niet voltooide uitvoering van het misdrijf, of wel de door een begin van uitvoering geopenbaarde wil om een bepaald misdrijf te plegen.”Dengan demikian, maka percobaan untuk melakukan kejahatan itu adalah pelaksanaan untuk melakukan suatu kejahatan yang telah dimulai akan tetapi ternyata tidak selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang telah diwujudkan di dalam suatu permulaan pelaksanaan.Pasal 53 KUHP hanya menentukan bila kapan percobaan melakukan kejahatan itu terjadi atau dengan kata lain Pasal 53 KUHP hanya menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang pelaku dapat dihukum karena bersalah telah melakukan suatu percobaan. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikuta. Adanya niat/kehendak dari pelaku;b. Adanya permulaan pelaksanaan dari niat/kehendak itu;c. Pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari karena itu agar seseorang dapat dihukum melakukan percobaan melakukan kejahatan, ketiga syarat tersebut harus terbukti ada padanya, dengan akta lain suatu percobaan dianggap ada jika memenuhi ketiga syarat seperti yang diatur dalam KUHP yang berlaku saat ini menentukan, bahwa yang dapat dipidana adalah seseorang yang melakukan percobaan suatu delik kejahatan, sedangkan percobaan terhadap delik pelanggaran tidak dipidana, hanya saja percobaan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana khusus dapat juga dihukum. Sebagai contoh seseorang yang melakukan percobaan pelanggaran mencoba melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah diatur dalam UU drt No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, dapat Loebby Loqman pembedaan antara kejahatan ekonomi dengan pelanggaran ekonomi ditentukan oleh apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja atau dengan tidak sengaja. Dianggap sebagai kejahatan ekonomi jika perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja, tetapi jika perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian pelaku maka hal ini dianggap sebagai pelanggaran ekonomi 19963.Selain itu ada juga beberapa kejahatan yang percobaannya tidak dapat dihukum, misalnya percobaan menganiaya Pasal 351 ayat 5, percobaan menganiaya binatang Pasal 302 ayat 3, dan percobaan perang tanding Pasal 184 ayat 5. DAFTAR PUSTAKA Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta Rineka Cipta, Cet. Ke VII, 2002Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana, Cet. Ke – Ii, Bandung Mandar Maju, 2000Romly Atmasasmita,Perbandingan Hukum Pidana Kontemporer, Jakarta Fikahati Aneska, Lamintang, Dasar – dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung Citra Aditya Nakti, 1997 [1] Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana, Cet. Ke – Ii, Bandung Mandar Maju, 2000, Hlm. 56. [2] Romly Atmasasmita,Perbandingan Hukum Pidana Kontemporer, Jakarta Fikahati Aneska, 2009, hlm. 93. [3] Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta Rineka Cipta, Cet. Ke VII, 2002, hlm. 155. i TUGAS PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN HUKUM PIDANA DI BERBAGAI NEGARA EROPA “ JERMAN, AUSTRIA, DENMARK, DAN PORTUGAL” DOSEN PENGASUH INDANG SULASTRI, Oleh NAMA ERIK SOSANTO NIM EAA 110 039 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA FAKULTAS HUKUM 2013 Sistem sanksi pidana Jerman dengan Indonesia Jerman merevisi dan memberlakukan KUHP - nya yang baru pada tahun 1975. Revisi ini dapat dikatakan pemolesan KUHP lama, sehingga sesuai dengan perkembangan zaman. Beberapa hal yang perlu dicatat sebagai sesuatu yang berbeda dengan KUHP Indonesian adalah sebagai berikut 1. Sesudah perang dunia II berakhir, negara-negara eropa pada umumnya sangat kecewa terhadap model rehabilitasi dalam pemidanaan. Jerman menerapkan pembinaan klinik clinical tretment . 2. Diterapkan alternatif denda sebagai penganti pidana penjara yang singkat, dalam hal ini diperlukan apa yang disebut denda harian day fine pada tahun 1975. Sebenarnya sistem denda harian ini sudah lama dikenal di negara-negara Skandinavia. Denda harian berarti perhitungan besar denda didasarkan kepada pendapatan pelanggar per hari. Jadi, perimbangan berapa lama orang seharusnya dipidana penjara dibanding dengan jika diganti denda, maka besar denda yang dikenakan ialah berapa besar pendapatan orang itu per hari. Maksud ketentuan ini agar pidana denda menjadi adil. Untuk tiba pada denda harian individual yang lebih jitu, hakim menempuh cara – cara seperti yang dibawah ini. a. Kesalahan dinyatakan dan dikonversasi dalam pidana penjara menurut hari. b. Denda harian diperhitungkan sesuai dengan pendapatan per bulan terdakwa. c. Utang – utang yang ada sekarang dikurangkan d. Jumlah itu dibagi jumlah hari dalam sebulan. 2 e. Jumlah yang ditentukan dalam bagian 1 dan 4 dikali sehingga diperoleh jumlah denda. yang harus dibayar misalnya [ A $300 B 30] * C 100 = F $100 A = Jumlah pendapatan per bulan B = jumlah hari per bulan C = jumlah hari seimbang dalam pidana penjara F = jumlah denda yang harus dibayar 3. Dasar pemikiran Alfons Wohl, seorang bekas jaksa federal, mempertahankan bahwa langkah pertama dalam memperbarui sistem pidana, ialah menganut ajaran bahwa pembuat delik harus dibebaskan segera setelah kelihatan dapat diterima baik oleh dia maupun oleh masyarakat. 4. Disamping denda harian sebagai alternatif pemenjaraan, juga diadakan penundaan pidana, dikenal pula penghentian penuntutan yang dikenakan oleh penuntut umum sebagai pidana percobaan praperadilan. 5. Pidana pokok dalam KUHP jerman hanya dua yang penting, yaitu pidana penjara yang maksimum 15 tahun atau seumur hidup, dan pidana denda sebagai alternatif terpenting. Disamping itu, dikenal pidana yang ditunda suspended sentence. 6. Tindakan hukum yang menyebabakan hilangnya kemerdekaan yaitu penyembuhan sosial, sedangkan tindakan yang tidak menyebabakan hilangnya kemerdekaan yang disebut dengan tindakan preventif termasuk pencabutan dan penundaan surat izin mengemudi dan larangan menjalankan profesi. 3 Sistem sanksi pidana Austria dengan Indonesia Hukum pidana austria selalu sejajar dengan hukum pidana jerman, yang berbeda ialah pelaksanaannya. Beberapa hal yang perlu dicatat sebagai sesuatu yang berbeda dengan KUHP Indonesian adalah sebagai berikut 1. Pidana bersyarat dan pelepasan bersyarat sudah lama ada di austria, hampir seumur dengan yang ada di indonesia. Tetapi alternatif utama bagi pidana penjara,yaitu probation dan parole baru sejak tahun 1966 dan denda harian day fine sejak tahun 1975. Jadi, sesudah perang dunia. 2. Pidana pokok hanya pidana penjara seumur hidup dan denda. Keduanya dapat diterapkan bersamaan. 3. Tindakan hukum terhadap pelanggar sakit jiwa, peyalah guna narkotika dan tersangka yang ketagihan obat dan multi residivis yang berbahaya, masingmasing kelompok dikenakan pengurangan dalam waktu tertentu atau jangka waktu yang tidak terbatas. 4. Pidana denda dikenakan kepada semua pidana penjara sampai 6 enam bulan, kecuali jika dipandang perlu terdakwa dipenjara untuk mencegah mereka melakukan delik lagi. Sistem sanksi pidana Portugal dengan Indonesia KUHP portugal termasuk kuhp modern dalam arti sangat baru. KUHP ini disususn sama sekali secara revolusioner radikal merombak sistem yang lama. KUHP ini mulai berlaku 1 januari 1983. Sedangkan kuhap-nya lebih baru lagi, mualai 4 berlaku 1 januari 1987. Memang seharunya KUHP lebih dahulu diciptakan daripada KUHAP. Berlainan dengan kita, yang KUHAP diciptakan lebih dahulu. Titik sentral pembaruan hukum pidana di portugal terletak pada dekriminalisasi dan humanisasi administrasi penuntutan pidana, pengurangan pidana penjara, penekanan kepada perlindungan masyarakat dan rehabilitasi pelanggar hukum. Beberapa hal yang perlu dicatat sebagai sesuatu yang berbeda dengan KUHP Indonesian adalah sebagai berikut 1. Sanksi pidana yang tidak terdapat dalam kuhp indonesia, ialah pidana yang ditunda, teguran dimuka umum, dan pidana kerja sosial. Tetapi untuk pidana kerja sosial ada didalam ruu KUHP indonesia. 2. Pidana denda di KUHP indonesia bersifat umum, artinya sama jumlah maksimumnya bagi pelanggar untuk delik yang sama. Hal ini tidak didasarkan atas pendapatan pelanggar delik dihitung per hari. Sedangkan denda dalam KUHP portugal ini sama dengan jerman tentang pelaksanaannya, yaitu didasarkan kepada pendapatan pelanggar per hari serta Pidana Denda selain dapat menjadi alternatif pidana penjara, dapat juga berdiri sendiri sebagai pidana utama. 3. Pidana tambahan ialah pemecatan atau diskors dari jabatan publik atau penolakan hak unuk menjabat jabatan tertentu, pekerjaan atau fungsi. 4. Pidana yang relatif tertentu tidak ditentukan jangka waktunya ialah semacam pidana penjara yang dalam keadaan tertentu dikenakan kepada penjahar profesional atau kebiasaan, atau yang ketagihan alkohol atau obat. Pidana jenis 5 ini tidak terdapat dalam KUHP indonesia, juga RUU KUHP. Ini merupakan pidana model baru, yang benar-benar sesuai dengan tujuan pemidanan yang berupa rehabilitasi. 5. Tindakan hukum, berupa tindakan untuk keselamatan publik dikenakan kepada pelanggar yang tidak dapt dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, termasuk penenmpatan pada lembaga sosial dan laragan untuk menjalankan profesi atau bisnis pekerjaan tertentu. 6. Pidana penjara di portugal hanya ada pidana penjara minimum 1 satu bulan, berbeda dengan KUHP indonesia 1 satu hari. 7. Hakim diberi kesempatan untuk menjatuhkan pidana yang sampai 3 bulan dijalankan sebagai penahan akhir pekan weekend atau penahan setengah semi detention. Hanya jika pidana penjara singkat tidak dapat diganti dengan denda harian day fine. Sistem sanksi pidana Denmark dengan Indonesia Denmark menciptakan kodifikasi pertama kali tahun 1683 dengan nama DANSKE LOV. Bentuknya belum modern sebagaimana kuhp berbagai negara dewasa ini. Pada tahun 1866 diciptakan KUHP tersendiri dan berlaku sampai tahun 1933, suatu yang diciptakan tahun 1930. Beberapa hal yang perlu dicatat sebagai sesuatu yang berbeda dengan KUHP Indonesian adalah sebagai berikut 6 1. Penahanan sederhana berlansung palaing kurang 7 hari dan paling lama 6 bulan. Pidana ini sejajar pidana kurungan paling lama 1 tahun dan paling kuran 1 hari di KUHP indonesia hanya yang berbeda jangka waktunya. 2. Pidana denda bode di denmark sama halnya dengan jerman, austria, dan portugal dengan cara denda harian day fine, bedanya hanya KUHP denmark denda yang ditentukan pasti. Kuhp indonesia tidak menentukan minimum dan maksimum denda. 3. Di kuhap denmark jaksa dapat menyampingkan perkara dengan syarat terdakwa membayar denda yang ditentukan oleh jaksa dan dikuatkan oleh seorang hakim, yang disebut TILTALEFRAFALD. Sedangkan di KUHAP indonesia jaksa agung saja yang dapat menyampingkan perkara dan hal tersebut didasarkan atas demi kepentingan umum. 4. Jika denda tidak dibayar di denmark di konvesikan menjadi pidana penjara, di KUHP indonesia di konvesikan menjadi pidana kurungan. 5. Di denmark dikenal pidana kerja sosial dan samksi penahanan untuk pengamanan yaitu sanksi ini bersifat pembinaan. 6. Di KUHP denmark terdapat jenis pidana yang ditunda, dikenal juga di KUHP indonesia hanya saja bentuknya berupa pidana bersyarat. Sedangkan yang membedakannya pidana yang ditunda terdapat penentuan fix pidana tertunda. SUMBER Andi hamzah, Perbandingan Hukum Pidana, jakarta, cet. 2, Sinar Grafika, 1995

perbandingan hukum pidana indonesia dengan hukum pidana inggris